Ulumul Qur’an; Sejarah Pengumpulan Al-Qur’an

SEJARAH PENGUMPULAN AL-QUR’AN[1]
Untuk menyatukan persepsi tentang istilah pengumpulan Al-Quran, setidaknya ada  dua  pengertian  yang  terakomodasi  di  dalamnya. 

Pertama : Kata pengumpulan dalam arti penghafalannya di dalam lubuk hati, sehingga orang-orang yang hafal Al-Quran disebut jumma’u al- Quran atau huffadz al-Quran. 

Kedua : Kata pengumpulan dalam arti penulisannya, yakni perhimpunan seluruh Al-Quran  dalam  bentuk  tulisan,  yang  memisahkan  masing-masing  ayat  dan surah,  atau  hanya  mengatur  susunan  ayat-ayat  Al-Quran  saja  dan mengatur susunan semua ayat dan surah di dalam beberapa shahifah yang kemudian  disatukan  sehingga  menjadi  suatu  koleksi  yang  merangkum semua surah yang sebelumnya telah disusun satu demi satu. Terhadap  kedua  pengertian  pengumpulan  di  atas  dipahami  dari  firman  Allah dalam surat al-Qiyamah ayat 17.

A.    Sejarah Pengumpulan Al-Qur’an Pada Zaman Rasulullah Saw/ JAMUL QURAN MASA NABI (= Hifdh al Qur`an wa Kitabatuhu)[2]
Al-Qur’an sudah mulai dikumpulkan pada masa Rasulullah, bahkan sejak Al-Qur’an diturunkan. Oleh karena itu penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad ditempuh dengan dua cara :
1.      Pertama, Al Jam’u Fis Sudur
Rasulullah amat menyukai wahyu, ia senantiasa menunggu turunnya wahyu dengan rasa rindu, lalu menghafal dan memahaminya.

2.      Kedua, Al Jam’u Fis Suthur.
Selain di hafal, Rasulullah juga mengangkat para penulis wahyu Al-Qur’an dari sahabat-sahabat terkemuka seperti Ali, Mu’awiyah, Ubay bin Ka’b dan Zaid bin Sabit. Bila ayat turun, beliau memerintahkan mereka menuliskan dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam surah, sehingga penulisan pada lembaran itu membantu penghafalan didalam hati.
     
1.      Para  Penulis  Wahyu  Al-Qur’an
Di  antara  para  penulis  wahyu  Al-Quran  terkemuka adalah  shahabat  pilihan  yang  ditunjuk  Rasul  dari  kalangan  orang  yang  terbaik  dan indah  tulisannya  seperti Zaid bin TsabitAli bin Abi TalibMuawiyah bin Abu Sufyan dan Ubay bin Kaab. Agar konsentrasi para sahabat hanya kepada Al-Qur’an, maka nabi melarang para sahabatnya mencatat selain Al-Qur’an.

2.      Media Penulisan Al-Qur’an
Dalam media tulisnya mereka menuliskannya di media-media tertentu, antara lain:
a.       Likhaf jama’ dari lukhfah, yaitu lempenan-lempengan batu
b.      Al-Karnief jama’ dari kanaafah yaitu akar keras dari pohon saf
c.       Riqa’ jama’ dari Riqah yaitu kulit
d.      Al-‘Aqtab jama’ dari Qiatb, yaitu pelana kuda
e.       Aktaf jama’ Katf, yaitu tulang keledai atau kambing yang telah kering.

1.      Jam’ul Qur`an fi al Shudûr , ‘an Tharîq al Hifdh wa al Istdhhâr.
Pengumpulan (koleksi) al Qur`an dengan cara dihafalkan dan –atau- diingat secara jelas oleh umat Islam yang pada masa nabi kebanyakannya ummiy. Sesuai dengan (QS. Al Jumu’ah: 2) berbunyi: ( هو الذي بعث في الأمّيين رسولا منهم يتلو عليهم أياته ) dan dengan (QS. al A’lâ: 6) berbunyi ( سنقرئك فلا تنسى ) Nabi dpt wahyu langsung hafal di dalam hati.

2.      Jam’ul Qur`an fi al Shuthûr , ‘an Tharîq al Kitâbah wa al Naqsy.
Pengumpulan (visualisasi / grafikasi) al Qur`an dengan cara ditulis dan atau dipahat. Hal ini dilakukan oleh para penulis wahyu atas perintah nabi. Nabi Muhammad berkata: ( لا تكتبوا عني ومن كتب عني غير القرأن فليمحه ) Penulis Wahyu al Qur`an Nabi : Khulafa` al Rasyidin (Abu Bakar, Umar bin Khathab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abu Thalib), Zaid bin Tsabit, Muadz bin Jabal, Abu Zaid, Sa’ad bin Abu Waqash, Muawiyah bin Abu Sufyan, Khalid bin al Walid, Amr bin al ‘Ash, Khudzaifah al Yaman, Ubay bin Ka’ab (penulis wahyu pertama di Madinah), Abdullah bin Sa’ad bin Abu Sarah (penulis wahyu pertama di Makkah, saudara radha’ah Utsman bin Affan).
Media Tulisan Wahyu al Qur`an Nabi : ‘usub (pelepah kurma) , likhâf (batu ringan) , riqâ’ (lembaran dari kulit binatang atau dedaunan), aktâf (tulang binatang ternak).
Jam’ul Qur`an pada masa Nabi barangkali bisa dipahami dengan tahapan sbb:
a.    Nabi menerima wahyu al Qur`an melalui Jibril.
b.    Nabi Langsung hafal wahyu al Qur`an.
c.    Nabi mengajarkan / membacakan wahyu al Qur`an kepada para sahabat.
d.   Nabi memerintahkan sebagian sahabat untuk menulis wahyu al Qur`an.
e.    Nabi dan para sahabat menghafalkan dan membaca secara berulang-ulang serta melaksakanan al Qur`an.

A.    Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar Al-Shiddiq/ Jam’ al Qur`an Masa Abu Bakar = Jam’ al Qur`an
Kaum muslimin melakukan konsensus untuk mengangkat Abu Bakar al-Shiddiq sebagai khalifah sepeninggal Nabi Saw. Pada awal pemerintahan Abu Bakar, terjadi kekacauan akibat ulah Musailamah al-Kazzab beserta pengikut-pengikutnya. Mereka menolak membayar zakat dan murtad dari Islam. Pasukan Islam yang dipimpin Khalid bin al-Walid segera menumpas gerakan itu. Peristiwa tersebut terjadi di Yamamah tahun 12 H. Akibatnya, banyak sahabat yang gugur, termasuk 70 orang yang diyakini telah hafal al-Qur’an.

Pada waktu munaqasyah antara khalifah Abu Bakar dengan sahabat Umar, diundang pula penulis wahyu pada zaman Rasul yang paling ahli yaitu Zaid bin Tsabit. Kemudian ia menyetujui pula akan gagasan itu. lalu dibentuklah sebuah tim yang dipimpin Zaid bin Tsabit dalam rangka merealisasikan mandat dan tugas suci tersebut. Pada mulanya, Zaid keberatan, tetapi akhirnya juga dapat diyakinkan. Abu Bakar memilih Zaid bin Tsabit, mengingat kedudukannya dalam qira’at, penulisan, pemahaman, dan kecerdasan serta kehadirannya pada masa pembacaan Rasulullah Saw yang terakhir kalinya.

            Pada masa Khalifah Abu Bakar terjadi perang Yamamah untuk memerangi pengikut Musailamah al Kadzab. Karena banyak sahabat sekaligus Qurra` al Qur`an yang gugur dalam perang tersebut Umar bin Khathab yang khawatir akan keberadaan dan kelengkapan al Qur`an kemudian mengusulkan agar Khalifah memerintahkan pengumpulan (jam’) al quran. Khalifah Abu Bakar pada akhirnya pun menerima usul Umar bin Khathab dan kemudian memerintahkan Zaid bin Tsabit untuk melaksanakan tugas tersebut. Sama seperti Khalifah Abu Bakar yang pada awalnya senantiasa menolak usul Umar bin al Khathab untuk mengumpulkan al Qur`an, Zaid bin Tsabit pun pada akhirnya juga menerima dan menyanggupi untuk melakukan suatu hal baru yang tidak pernah dilakukan ataupun diperintahkan oleh Nabi Muhammad tersebut: jam’ul Qur`an.

Alasan al Qur`an pada masa Nabi Muhammad belum dikumpulkan:
a.    Al Qur`an (al Furqan) diturunkan secara berangsur-angsur.
b.    Sebagian ayat ada yang terkait persoalan Nasikh-Mansukh.
c.    Masa akhir Nuzulul Qur`an berjarak sangat dekat (9 hari) dengan hari wafatnya Nabi Muhammad.
d.   Susuan al Qur`an –yang terdiri dari kumpulan Ayat dan Surat- tidak bersifat Tartib Nuzuliy. Namun Tartib Tilawah secara tauqifiy dari nabi berdasarkan wahyu melalui Jibril.

Zaid bin Tsabit berkata: (( Abu Bakar mengirimiku surat tentang gugurnya pasukan Yamamah. Ketika Umar bin Khathab bersama dengan Abu Bakar, Abu Bakar berkata: Umar datang padaku kemudian berkata: Perang di Yamamah memanas dengan gugurnya para Qurra` (Huffadh) al Qur`an dan aku kuatir perang akan semakin memanas di berbagai daerah dengan gugurnya para Qurra`, sehingga kemudian hilanglah sebagian al Qur`an, dan aku berpendapat agar kamu (Abu Bakar) memerintahkan pengumpulan al Qur`an. Aku (Abu Bakar) pun berkata kepada Umar: bagaimana Kamu (Umar) bisa melakukan suatu hal yang tidak dilakukan oleh Rasulullah. Umar berkata (menjawab): hal ini demi Allah adalah baik. Umar senantiasa mendatangiku (Abu Bakar) hingga Allah membuka hatiku akan hal tersebut. Dan aku (Abu Bakar) dalam persoalan tersebut sependapat dengan Umar ))  Zaid bin Tsabit berkata : (( Abu bakar berkata: sesungguhnya kamu (Zaid bin Tsabit) adalah orang muda cerdas yang tidak kami ragukan, dan kamu sebelumnya telah menuliskan wahyu al Qur`an untuk Rasulullah, maka telusurilah al Qur`an dan kumpulkanlah )) Zaid bin Tsabit berkata: (( Demi Allah seandainya saja mereka menugaskanku memindah suatu gunung dari gunung-gunung yang ada maka tidaklah lebih berat bagiku daripada apa yang diperintahkannya (Abu Bakar) kepadaku untuk mengumpulkan al Qur`an )) Zaid bin Tsabit berkata –kepada Abu Bakar- : (( Bagaimana kamu (Abu Bakar) bisa melakukan suatu hal yang tidak dilakukan oleh Rasulullah. Dia (Abu Bakar) berkata (menjawab): hal ini demi Allah adalah baik. 
Abu Bakar senantiasa mendatangiku (Zaid bin Tsabit) hingga Allah membuka hatiku akan suatu hal yang telah dibukakan-Nya di hati Abu Bakar dan Umar)) Zaid bin Tsabit berkata : (( Kemudian aku menelusuri al Qur`an dan mengumpulkannya dari ‘Usub (pelepah kurma) dan Likhâf (batu ringan) serta –hafalan- hati sanubari orang-orang. Sampai kemudian aku (Zaid bin Tsabit) mendapati akhir Surat al Taubah (Laqad jâ`a-kum rasûl-un mun anfusi-kum ...) ada pada Abu Khuzaimah al Anshariy dan tidak aku dapati pada siapapun selain dia)). HR: al Bukhariy (no. 4986)
Metode Jam’ul Qur`an oleh Zaid bin Tsabit (‘Aqil, Katib Wahyu, Wirai, Hafidh) : merujuk data qira`ah hafalan dan sekaligus data kitabah tertulis.

B.     Pengumpulan Al-qur’an Pada Masa Utsman Bin Affan/ Jam’ al Qur`an Masa Abu Bakar = Jam’ al Qur`an
Kemudian datanglah masa pemerintahan Amirul Mu`minin Utsman bin Affan ra. Di wilayah-wilayah yang baru dibebaskan, sahabat nabi yang bernama Hudzaifah bin al-Yaman terkejut melihat terjadi perbedaan dalam membaca al-Qur`an. Hudzaifah melihat penduduk Syam membaca al-Qur`an dengan bacaan Ubay bin Ka’ab. Mereka membacanya dengan sesuatu yang tidak pernah didengar oleh penduduk Irak. Begitu juga ia melihat penduduk Irak membaca al-Qur`an dengan bacaan Abdullah bin Mas’ud, sebuah bacaan yang tidak pernah didengar oleh penduduk Syam.

Implikasi dari fenomena ini adalah adanya peristiwa saling mengkafirkan di antara sesama muslim. Karena peristiwa tersebut, Utsman lalu memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin al-‘Ash, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam untuk menyalinnya ke dalam beberapa mushhaf 
Saat proses penyalinan mushhaf berjalan, mereka hanya satu kali mengalami kesulitan, yakni adanya perbedaan pendapat tentang penulisan kata “at-Taabuut”. Kemudian Utsman memerintahkan mereka agar kata itu ditulis dengan kata seperti dalam lembaran-lembaran al-Qur`an yaitu dengan Ta` Mahtuhah. Mushhaf inilah yang kemudian dikenal dengan nama Mushhaf  Utsmani.

Pada masa Abu Bakar (12 H) al Qur`an telah berhasil dikumpulkan dalam sebuah –dan satu-satunya- Mushaf Abu Bakar. Namun pada saat yang sama sejatinya terdapat pula mushaf-mushaf yang lain. Semisal Mushaf Ali (tidak selengkap mushaf Abu Bakar dan –menurut ibnu sirin- masih memuat ayat nasikh wa mansukh,) Mushaf Ibnu Mas’ud, Mushaf Ubaiy bin Ka’ab, dan Mushaf Aisyah.
Pada masa Khalifah Utsman bin Affan, pasukan kekhalifahan Islam yang sedang berperang di Azerbaijan dan Armenia ternyata terlibat perselisihan terkait redaksi –isi dan qira`ah- al Qur`an mereka yang berbeda-beda. Pasukan yang berasal dari Damaskus mengikuti qira`ah Ubay bin Ka’ab. Pasukan yang berasal dari Bashrah mengikuti Qira`ah Abu Musa al Asy’ariy. Pasukan yang berasal dari Kufah mengikuti qiraah Abdullah bin Mas’ud.
Pada tahun 24 H Khalifah Utsman bin Affan ditemui oleh Khudzaifah bin al Yaman yang melaporkan terjadinya perselisihan di antara pasukan Islam terkait redaksi al Qur`an. Khalifah Utsman bin Affan kemudian mengirim surat kepada Ummul Mukminin Hafshah binti Umar agar berkenan meminjamkan dan mengirimkan Mushaf Abu Bakar. Setelah mendapat kiriman Mushaf Abu Bakar, Khalifah Utsman bin Affan kemudian membentuk sebuah tim penulis (penyalin) al Qur`an yang terdiri dari Zaid bin Tsabit (orang Madinah) dan tiga orang Qurasiy (Abdullah bin al Zubeir dan Said bin al ‘Ash serta Abdurahman bin al Harits bin Hisyam). 

Khalifah Utsman berpesan kepada ketiga orang Quraisy tersebut agar mereka menerapkan dialek Quraisy ketika berbeda pendapat dengan Zaid bin Tsabit terkait penulisan al Qur`an. Setelah beberapa Mushaf Utsman selesai ditulis –dan disalin dari Mushaf Abu Bakar- Khalifah Utsman bin Affan kemudian meminta agar mushaf-mushafnya itu disebarkan (makkah, madinah, bashrah, kufah, damaskus) dan agar selain Mushaf Utsman dibakar.

CATATAN
Pada masa Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan, Marwan bin al Hakam (penguasa Madinah) pernah mengirim surat kepada Hafshah binti Umar untuk menyerahkan Mushaf Abu Bakar yang disimpannya. Namun Hafshah binti Umar tidak mau menyerahkannya. Ketika Hafshah binti Umar meninggal dunia, Marwan bin al Hakam kemudian meminta dan mendapatkan Mushaf Abu Bakar dari Abdullah bin Umar (adik Hafshah binti Umar). Selanjutnya Marwan bin al Hakam kemudian membakar Mushaf Abu Bakar tersebut.

Al Qur`an ‘ala Sab’ah Akhruf : al Qur`an memuat tujuh perbedaan (ikhtilaf) dalam tujuh hal. Meliputi:
1.      Ikhtilaf terkait Tashrif Isim (mufrad, tatsniyah, jama’, mudzakkar, muannats)
2.      Ikhtilâf terkait Tashrif Fi’il (madhi, mudharek, amr)
3.      Ikhtilaf terkait I’rab
4.      Ikhtilaf terkait Naqsh dan Ziyadah
5.      Ikhtilaf terkait Taqdim dan Ta`khir
6.      Ikhtilaf terkait Ibdal
7.      Ikhtilaf terkait Lahjaj / dialek

NB:  Nejet adalah kota yang sejak dahulu tempatnya orang2 nakal, sampai sekarang ini yang ada pasukan Amerikanya.
Aza baijam daerah yg mendekati eropa pd masa utsman.

AL-qur’an istilah qiroaah sdh ada pd masa nabi bkan pd qioaah zaman yg kita ketahui.
Ilmu agama biasa disebut naql.
1.exist
2. unifikasi (penyatuan)
3. authentix (keadilan)

C.    Manfaat Sejarah Pengumpulan Al-Qur’an
a.         Al-Qur’an menjadi satu-satunya kitab suci yang sama sekali redaksinya tidak pernah mengalami perubahan. Apa yang dibaca dari isi Al-Qur’an sekarang adalah sama dengan apa yang dibaca oleh para sahabat empat belas abad yang lalu.

b.         Terpeliharanya keotentikan Al-Qur’an menjadikannya sebagai sumber pertama ajaran Islam, ia berisi nilai-nilai ajaran yang bersifat global, unversal, dan mendalam karena itu perlu penjelasan lebih lanjut. Di sinilah pentingnya peranan tafsir guna menjelaskan lebih lanjut mengenai apa yang dimaksud Al-Qur’an.

c.         Al-Qur’an menjadi al-furqan yang berarti pembeda. Dengan membaca dan memahami al-Qur’an, orang dapat membedakan dan memisahkan antara yang hak dan yang batil. Selain itu al-Qur’an juga menjadi az-zikra, yaitu peringatan yang mengingatkan manusia akan posisinya sebagai mahluk Allah yang memiliki tanggung jawab.

d.        Terpeliharanya keotentikan dan keaslian redaksi Al-Qur’an, menjadikannya sebagai sumber ilmu pengetahuan. Di dalamnya terdapat berbagai petunjuk yang tersurat dan tersirat yang berkaitan dengan ilmu pengetauan. Isyarat-isyarat ilmiah al-Qur’an ternyata dapat dibuktikan kebenarannya oleh ilmuan di abad modern saat ini.

[1] Oleh: Arum Septiowati (1403046057), Doni Saputro (1403046044), Maulida Fatchia (1403046055), Rizka Umami (1403046056), Rizki Nila Swati (1403046053), Safaatun (1403046054), Dosen Pengampu : Abdullah Muzaqi Lc.M.Hum.
[2] Kelompok Ke-3 Kamis,25 September 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Fiqh Siyasah; Perang dan Damai dalam Islam

7 (Tujuh) Ayat "Salam" dalam Al Qur'an

TARIF RETRIBUSI WISATA RELIGI