PERKEMBANGAN PEMIKIRAN ISLAM; SAID NURSI DALAM MEMPERTAHANKAN PERADABAN DAN PEMIKIRAN ISLAM DARI SEKULARISME
PERKEMBANGAN
PEMIKIRAN ISLAM; SAID NURSI DALAM MEMPERTAHANKAN PERADABAN DAN PEMIKIRAN ISLAM
DARI SEKULARISME[1]
I.
PENDAHULUAN
Kemunduran kekuasaan
politik dan otoritas dinasti usmaniyah akibat serangan Eropa terhadap
wilayah-wilayahnya di Eropa dan Timur Tengah dan juga kemunculan kemunculan
Turki Muda dalam Negara Usmaniyah telah mendorong kemunculan Mustafa Kemal
(seorang komandan militer Turki yang ambisius) untuk mempertahankan Turki dari
ancaman Eropa. Setelah dinasti Usmaniyah berkuasa setelah enam ratus tahun,
Mustafa Kemal mengirim khalifah Usmaniyah terakhir, Abdul Al-Majid, ke pengasingan
di Swiss dan mendirikan Republik Turki pada tahun 1924.
Dianggap sebagai
penyelamat Turki, gelar terhormat “Ataturk” (Bapak Turki) disematkan kepada
Mustafa Kemal atas kepahlawan dan pretasi militernya. Sebagai pendiri dan
pemimpin Turki Modern, dia melakukan reformasi terhadap lembaga politik,
pendidikan, dan kultural di Turki. Terilhami pemikiran-pemikiran dan
nilai-nilai Eropa zaman pencerahan, dia berupaya mengubah dan mereformasi
kebudayaan dan masyarakat Turki berdasarkan nilai-nilai dan etos Eropa Modern.
Dengan menjauhkan Turki
dari keterkaitan sejarah, budaya, dan bahasa dengan Islam Timur, Mustafa Kemal
berharap dapat menjadikan Turki sebagai bagian integral Eropa modern.
Menurutnya, Turki adalah bagian dari Eropa. Oleh karena itu, dia coba melakukan
modernisasi dan sekularisasi terhadap Turki, walaupun mayoritas rakyatnya tidak
memiliki visi masa depan yang sama denganya.[2]
Ketika warna sejati
reformasi social-budaya Mustafa Kemal kian jelas dimata semua orang, seorang
pemikir dan pembaharu Muslim Turki muncul untuk menentang upaya sekuler Mustafa
Kemal. Ulama dan pembaru Islam besar ini tidak lain adalah Said Nursi. Maka
dalam tulisan ini akan dibahas mengenai biografi dan juga pemikiran-pemikiran
Said Nursi serta peranannya dalam peradaban Islam.
II.
RUMUSAN MASALAH
A.
Bagaimanakah Biografi Sa’id Nursi?
B.
Bagaimanakah Pemikiran Keislaman Sa’id
Nursi?
C.
Bagaimanakah Kontribusi Pemikiran Sa’id
Nursi Dalam Mempertahankan Peradaban dan Pemikiran Islam Dari Sekularisme?
III.
PEMBAHASAN
A.
Biografi Sa’id Nursi
1.
Masa Kelahiran
Said Nursi lahir saat menjelang fajar terbit pada
tahun 1293 H/ 1876 M di sebuah desa bernama Nursi, salah sebuah
perkampungan Qadha’ (Khaizan) di wilayah Biltis yang terletak di sebelah timur
anatoli. Ayahnya bernama Mirza, seorang sufi yang sangat Wara’ dan diteladani
sebagai seorang yang tidak pernah memakan barang haram dan hanya memberi makan
anak-anaknya dengan yang halal saja. Dikisahkan, bahwa setiap ternaknya kembali
dari penggembalaan, mulut-mulut ternak tersebut dibuka lebar-lebar khawatir ada
makanan dari tanaman kebun milik orang yang dimakan. Ibunya (Nuriah) pernah
berkata, bahwa dirinya hanya menyusui anak-anaknya dalam keadaan suci dan
berwudhu.
Sejak kecil Said Nursi selalu banyak bertanya dan
gemar menelaah masalah-masalah yang belum dimengerti. Dikisahkan, bahwa Said
Nursi kecil suka menghadiri pendidikan yang diselenggarakan untuk orang-orang
dewasa dan menyimak diskusi-diskusi berbagai topic, terutama yang dilakukan
oleh ulama setempat yang biasa berkumpul di rumah ayahnya dimalam hari musim
dingin yang panjang.
Beliau terkenal seorang yang sangat pandai memelihara
harga diri, tidak pernah mau menerima perlakuan sewenang-wenang, dan sejak
kecil selalu menjauhkan diri dari perbuatan dzalim. Sikap dan sifat-sifat ini
terus melekat dan bertambah kuat dalam kepribadianya setelah beliau dewasa,
juga tercermin dalam sikapnya saat dijumpai oleh orang lain, baik dari kalangan
penguasa maupun pihak berwajib.[3]
2.
Riwayat Pendidikan
a.
Pendidikan Informal
Mengenai aspek pendidikan yang dilalui Said Nursi
sewaktu dalam lingkungan keluarganya dapat dipahami sebagai berikut. Pertama,
Pendidikan Iman. Dalam pendidikan Iman Said meneladani sang ayah, yang dikenal
sebagai seorang sufi yang sangat wara’ dan diteladani sebagai seorang
yang tidak pernah memakan barang haram dan hanya memberi makan anak-anaknya
dengan makanan halal saja.[4]
Kedua, Pendidikan Akhlak. Kedua orangtuanya sangat menekankan
kepada pendidikan agama dengan mengedepankan sifat-sifat baik mereka sebagai
panutan atau uswah. Hal ini ditunjukkan oleh sang ibu Nuriyyah yang
hanya menyusui anak-anaknya dalam keadaan suci (berwudhu).
Ketiga, Pendidikan Intelektual, pada masa kecilnya
Said Nursi telah menunjukkan perwatakan yang menarik, yakni suka bertanya dan
mencoba mencari jawabanya sendiri, memikirkan persoalan kehidupan, kematian,
dan kemasyarakatan. Ia juga sering mengikuti majelis perbincangan antar ulama
yang sering diadakan dirumahnya sendiri. Kejeniusan Said Nursi kecil semakin
nyata ketika ia mampu menghafal al-Qur’an dalam usia 12 tahun.[5]
Dari pembahasan diatas diketahui bahwa pendidikan
informal Said Nursi dari masa kecil sampai menuju kematangan usia dalam berfikir
dan bersikap banyak dipengaruhi oleh keluarga. Terutama iman, akhlak, dam
intelektualnya sudah menjadi akar yang kokoh dalam hidupnya.
b.
Pendidikan Formal
Setelah
mengalami Pendidikan Informal dalam lingkup keluarga, karena kecintaanya yang
begitu besar terhadap ilmu pengetahuan selanjutnya Said Nursi menuntut ilmu
pada lembaga-lembaga formal ketika itu. Diantaranya:
1)
Madrasah Muhammad Amin Afandi Tagh
Pertama kali ia belajar di kuttab (madrasah) pimpinan
Molla Mehmet Emin di desa Thag yaitu desa yang bersebelahan dengan desa
kelahiranya pada tahun 1886, ketika itu ia berumur Sembilan tahun. Ia juga
belajar dengan kakaknya dan ulama terkenal di desanya. Kegiatan belajarnya di
desa Thag hanya sebentar, karena kepindahanya dan melanjutkan pendidikanya di desa
Birmis.[6]
2)
Madrasah Muhammad Nur di Birmis
Di Birmis, Nursi berguru dengan Syaikh Sayyid Nur
Muhammad. Situasi di Birmis justru tidak membuat focus belajar. Said Nursi
diganggu oleh teman-temanya yang nakal. Nursi tidak tahan dengan keadaan
tersebut akhirnya mengadu kepada gurunya agar teman-teman yang menggangunya
diberi peringatan.
Setelah peristiwa pengaduan tersebut, hubungan antara
Syaikh Sayyid Nur Muhammad dan Said Nursi semakin akrab dan membuat sang
gurupun menaruh hormat kepadanya. Sehingga ia dalam majlis tersebut Nursi
dijuluki sebagai Tilmidh al-Syaikh (murid kesayangan guru).
3)
Madrasah Muhammad Amin Afandi di Arwas
Bitlis
Pada tahun 1888 Said Nursi pergi ke Biltis dan
mendaftarkan diri di sekolah Syaikh Amin Afandi. Tetapi ia belajar di sekolah
tersebut hanya sebentar, sebab syaikh tersebut menolak untuk mengajarnya dengan
alasan factor usia yang belum memadai. Saat itu Said Nursi diperkirakan berusia
lima belas tahun.
Di Bitlis Said pernah tinggal bersama walikota Bitlis
dan beliau berkesempatan menelaah sejumlah besar kitab tentang ilmu kalam,
mantiq (logika), nahwu, tafsir, hadits, dan Fiqh. Kemudian lebih dari delapan
puluh kitab induk tentang ilmu-ilmu keislaman berhasil dihafal.[7]
4)
Madrasah Mir Hasan Wali di Muks (Mukus)
Setelah
merasa belum puas dengan ilmu yang diperoleh. Said Nursi melanjutkan belajar di
Madrasah Mir Hasan Wali di Muks, Proses ini hanya berjalan satu bulan setelah
itu kemudian ia bersama temanya, yang bernama Muhammad berangkat menuju salah
satu sekolah di Bayazid, suatu daerah yang termasuk dalam wilayah Agra.
5)
Madrasah Muhammad Jalali di Beyazid
Kemudian pada tahun 1889, ia berangkat bersama seorang
kawanya menuju sebuah madrasah di Bayezids, salah satu daerah di Turki timur,
dibawah bimbingan Syekh Muhammad Jalali. Disinilah Said Nursi mempelajari
ilmu-ilmu agama dasar, karena sebelumnya ia hanya mempelajari ilmu nahwwu dan
sharaf. Ia belajar dengan segala kesungguhan. Selain karena belajar di
madrasah, kemamuanya banyak terasah dari belajarnya sendiri serta kegigihanya
mendatangi para ulama dari satu majlis ilmu ke majlis ilmu lainnya.
Kecerdasanya terlihat dari kemampuanya yang cepat dalam menguasai berbagai
ilmu, seperti tafsir, hadis, nahwu, ilmu kalam, fiqih, dan mantik.
6)
Madrasah Muhammad Afandi di Si’ird
Setelah lulus sebagai sarjana Islam Said pindah ke
dekat Siirt dimana seorang ulama local terkemuka bernama Syaikh Fetullah Efendi
menjulukinya “Bediuzzaman” (keajaiban zaman) karena keluasan ilmu dan
pengetahuanya. Ketika poularitasnya menyebar ke seluruh penjuru Siirt, para
ulama local dikabarkan menjadi sangat iri kepadanya. Dipaksa meninggalkan
Siirt, Said kemudian melakukan perjalanan ke Bitlis, Sirvan, Tillo, dan Mardin.
Namun, dia mengalami perlawanan yang sama dari para ulama local akibat pengetahuanya
yang luas dan kemampuan debatnya yang tak terkalahkan.
Dalam perjalanannya itu, dia mengukuhkan reputasinya
sebagai ulama berbakat, ahli debat, atlet, dan prajurit yang ulung. Berkat
kekuatan dan ketahanan fisiknya yang luar biasa, Said mampu bergerak lebih
cepat daripada musuh-musuhnya dan berkali-kali meloloskan diri dari marabahaya.[8]
B.
Pemikiran Keislaman Said Nursi
Ketika Said sibuk dengan studinya, Negara Usmaniyah
mengalami periode ketidakpastian politik dan kekacauan budaya. Meski Sultan
Abdul Hamid II (Penguasa ketika itu) berupaya mengehntikan krusakan ini,
usahanya terbukti sia-sia karena ketidakpuasan masa terus menyebar ke seluruh
penjuru negeri. Situasi ini memunculkan gerakan “Turki Muda” yang kemudian
mengarah pada pelengseran Sultan dari singgasana Usmaniyah. Ditengah merebaknya
kekacauan, kekacauan, Mustafa Kemal muncul menyelamatkan negaranya dari ancaman
Eropa. Kemenangan pada tahun 1992 mengukuhkan posisinya sebagai pendiri dan
penguasa sejati Republik Turki yang baru.
Pada periode yang penuh dengan ketidakpstian politik,
kekacauan social, dan kesulitan ekonomi ini Said memberi dukungan terbuka
kepada kaum reformis, karena ia ingi kondisi social-ekonomi rakyatnya mengalami
perubahan yang lebih baik. Meski begitu ia menentang upaya-upaya Turki Muda
untuk merekonsiliasi teori politik Islam dengan Konstitusionalisme Eropa.
Bahkan Sa’id menganggap upaya mereka membagi-bagi
pendidikan dalam tiga kategori berbeda agama (Islam), mistis (sufi), dan sekuler
(modern) sebagai bentuk kegagalan dan ketidakkonsistenan dalam Islam.
Pendekatan Said terhadap Islam merupakan sebuah pendekatan Universal dan
Holistik. Sehingga dia merasa pembagian pengetahuan semacam itu adalah sebuah
langkah yang tidak Islami, tidak beralasan, dan kotra-produktif. Setelah
menguasai ilmu-ilmu keislaman tradisonal Said juga mempelajari ilmu pengetahuan
modern yang membuka pikiranya atas bahaya ide dan pemikiran sekuler Barat.[9]
Pada tahun 1923, Mustafa Kemal mengundang Said Nursi
ke ibukota Repulik Turki, Ankara, untuk secara resmi mengakui kontribusinya
dalam perang kemerdekaan Turki. Karena setelah mempelajari berbagai keilmuan
Said juga menjadi prajurit yang dengan setia membela negaranya. Namun,
setibanya di Ankara, Said merasa terkejut dan kecewa dengan kesurutan budaya
yang mencengkeram ibukota itu pada masa kekuasaan Attaturk serta Mustafa Kemal
dan anak buahnya yang secara aktif menjalankan program Westernisasi, dengan menghapus
system kekhalifahan, melarang pakaian tradisional Turki, mengganti kalender
HIjriah dengan kalender Georgia, dan mengganti system pendidikan tradisional
Turki dengan pendidikan sekuler Barat, Mustafa Kemal berharap dapat
menyingkirkan seluruh symbol Islam masa lalu.
Namun, para ulama dan sufi memimpin pemberontakan
terhadap reformasi-reformasinya. Mustafa secara brutal merespons para
penentangnya. Said menjadi terlibat dalam konflik ini meskipun dia tidak
berperan langsung dalam pemberontalan ini. Meski begitu,karena otoritas Turki
mencurigai semua ulama dan sufi terkenal, Said terpaksa melarikan diri ke
Anatolia barat. Pengasingan ini berlangsung selama dua puluh lima tahun, selama
masa pengasingan Said disibukkan dengan mengajar dan melatih ratusan murid.
Nantinya para muridnya ini menjadi anggota “Nurculuk” (gerakan Nur) yang
didirikan Said guna menyelmatkan sejarah, budaya, dan warisan Islam di Turki.
Para penguasa
terus menganggu Said dan berusaha membawanya ke meja hijau tetapi Said menolak
semua tuduhan tersebut. Dalam masa ini Said menulis Risala-I Nur (Risalah
Cahaya), sebuah ulasan monumental mengenai Al-Qur’an yang berisi enam ribu
halaman lebih.[10]
C.
Kontribusi Pemikiran Sa’id Nursi
Dalam Mempertahankan Peradaban dan Pemikiran Islam Dari Sekularisme.
Sebagaimana pembaru lain di dunia Islam yang semuanya
sebagai ‘respon’ pemikiran dan dominasi Barat, Said Nursi juga mengkritik
pemikiran Barat sembari merumuskan model pemikiran baru untuk landasan pacu
pembaruan di dunia Islam. Para pembaru yang lahir dari rahim dunia Islam selalu
hendak menggali ruh alQur’an sebagai dasar pijak pemikiran (fikrah) dan
pergerakan. Al-Qur’an merupakan maraji’ sekaligus mashadir bagi
semangat untuk bergerak. Dengan dasar inilah gerakan pembaruan islam dikenal
dengan gerakan kembali kepada al-Qur’an dan hal pertama dari pemikiran Nursi
adalah mengajak umat kembali kepada al-Qur’an.
Bagi Said Nursi, kebangkitan umat Islam hanya bisa
dilakukan dengan menggali etos Qur’ani. Oleh karena itu jalan pertama kali yang
ditempuh Said Nursi adalah menyadarakan kembali umat Islam akan posisi sentral
al-Qur’an didalam Islam ittu sendiri. Untuk itu Said Nursi menulis sebuah
risalah yang secara khusus membahas keagungan dan kemukjizatan al-Qur’an, yakni
risalah Isaratul I’jaz fi Madzani Ijaz. Nursi membahas seluk beluk
kemukjizatan al-Qur’an, dan menunjukkan kepada umat Islam betapa mengagumkanya
al-Qur’an tersebut jika dibandingkan dengan bacaan apapun. Hal ini dilaukan karena selama ini al-ur’an betapa
jauh ditinggalkan oleh umat Islam sendiri. Langkah Said Nursi sendiri ini
sejalan dengan usaha Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh di Mesir untuk
mengembalikan al-Qur’an sebagai core value bagi perilaku dan pikiran
umat Islam sendiri yang selalu menjauh dari al-Qur’an.[11]
Said Nursi juga menulis ulasan al-Qur’an yang paling berpengaruh di abad
ke-20, yaitu Rasala-I Nur. Buku tersebut berisi tafsiran al-Qur’an sesuai
dengan konteks yang dihadapi yang disesuaikan dengan bahasa modern. Model
penafsiran yang dikembangkan Said Nursi ini adalah melihat al-Qur’an sebagai
system tanda, tanda dari kemaha Kuasaan Allah. Dengan menguraikan tanda-tanda
itu Nursi menjalin tafsiranya dengan apa
yang pernah dilakukan Rasulullah (sunnah) sebagai orang yang paling
otoritatif atas penafsiran al-Qur’an, sehingga uraian-uraian tafsir yang
tertuang dalam Risala-I Nur sangat terkait dengan taiga hal sekaligus, yaitu:
kemukjizatan al-Qur’an sebagai system tanda, sunnah Rasulullah, dan
realitas masysrakat modern. Oleh karena itu, tafsir dalam Risale-I Nur sangat
menyentuh akar persoalan masyarakat dengan semangat sunnah untuk menghidupkan
iman dan amal.
Dalam buku tersebut, Said memberikan penjelasan
sistematis mengeai akidah dan konsep fundamental Islam dengan cara yang logis,
rasional, dan ilmiyah. Seiring mulai digandrunginya ide-ide sekuler Barat di
Turki, dan ia merasa pendekatan terhadap wahtu ilahi semacam itu sangat
dibutuhkan pada masa itu.
IV.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Said Nursi lahir saat
menjelang fajar terbit pada tahun 1293 H/ 1876 M di sebuah desa bernama Nursi,
salah sebuah perkampungan Qadha’ (Khaizan) di wilayah Biltis yang terletak di
sebelah timur anatoli.
Sa’id menganggap upaya
Pemerintahan Turki dibawah pimpinan Mustafa Kemal ketika membagi-bagi
pendidikan dalam tiga kategori berbeda agama (Islam), mistis (sufi), dan
sekuler (modern) sebagai bentuk kegagalan dan ketidakkonsistenan dalam Islam.
Bagi Said Nursi, kebangkitan umat Islam hanya bisa dilakukan dengan menggali
etos Qur’ani. Oleh karena itu jalan pertama kali yang ditempuh Said Nursi
adalah menyadarakan kembali umat Islam akan posisi sentral al-Qur’an didalam
Islam ittu sendiri. Untuk itu Said Nursi menulis sebuah risalah yang secara
khusus membahas keagungan dan kemukjizatan al-Qur’an, yakni risalah Isaratul
I’jaz fi Madzani Ijaz. Nursi membahas seluk beluk kemukjizatan al-Qur’an,
dan menunjukkan kepada umat Islam betapa mengagumkanya al-Qur’an tersebut jika
dibandingkan dengan bacaan apapun.
Said Nursi juga menulis
ulasan al-Qur’an yang paling berpengaruh
di abad ke-20, yaitu Rasala-I Nur. Buku tersebut berisi tafsiran al-Qur’an
sesuai dengan konteks yang dihadapi yang disesuaikan dengan bahasa modern. Model
penafsiran yang dikembangkan Said Nursi ini adalah melihat al-Qur’an sebagai
system tanda, tanda dari kemaha Kuasaan Allah.
B.
Saran
Demikian makalah yang
dapat dipaparkan. Penulis menyadari dalam penyajian makalah ini jauh dari kata
sempurna, maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk
perbaikan selanjutnya. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca
umumnya dan penulis khususnya.
[1]
Failasufa Solihah 133111151, Perkembangan
Pemikiran Islam; Said Nursi Dalam Mempertahankan Peradaban Dan Pemikiran Islam Dari
Sekularisme (Dosen; Ubaidillah
Achmad, M. Ag), UTS, (Semarang, UIN Walisongo, 2016).
[2] Muhammad Mojlum Khan, 100 Muslim Paling
Berpengaruh Sepanjang Sejarah, (Jakarta: Mizan Publika 2012), hlm. 796-797.
[3] Ihsan Kasim Salih, Said Nursi Pemikir dan
Sufi Besar Abad 20 Membebaskan Agama dari Dogmatisme dan Sekularisme,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada 2003), hlm. 8-9.
[4] Ihsan Kasim Salih, Said Nursi Pemikir dan
Sufi Besar Abad 20; Membebaskan Agama dari Dogmatisme dan Sekularisme,
(Jakarta: Murai Kencana 2003), hlm. 8.
[5] Said Nursi, Iman Kunci Kesempurnaan, terj.
Muhammad Misbah, (Jakarta: Robbani Press 2004), hlm. 7.
[6] Ihsan Kasim Salih, Said Nursi Pemikir dan
Sufi Besar Abad 20; Membebaskan Agama dari Dogmatisme dan Sekularisme,…,
hlm. 9-10.
[7] Ihsan Kasim Salih, Said Nursi Pemikir dan
Sufi Besar Abad 20; Membebaskan Agama dari Dogmatisme dan Sekularisme,…,
hlm. 13.
[8] Ihsan Kasim Salih, Said Nursi Pemikir dan
Sufi Besar Abad 20; Membebaskan Agama dari Dogmatisme dan Sekularisme,…,
hlm. 12.
[9]
Muhammad Mojlum Khan, 100 Muslim Paling Berpengaruh Sepanjang Sejarah,
…, hlm. 798-800.
[10] Muhammad Mojlum Khan, 100 Muslim Paling
Berpengaruh Sepanjang Sejarah, …, hlm. 800-801
[11] http://www.nursemesta.org/wp-content/uploads/2016/03/makalah-SaidNursiOnPembaharuan-1-1.pdf, diakses pada tanggal 20 Desember 2016, pukul
4.30.
Komentar
Posting Komentar