UNITY OF SCIENCE
UNITY OF SCIENCE
I.
PENDAHULUAN
Dikotomi antara ilmu agama dengan ilmu umum sebenarnya sudah lama terjadi,
bahkan sebagian masyarakat islam beranggapan bahwa antara agama dan sains
merupakan dua hal yang tidak bisa dipertemukan. Keduanya memiliki wilayah yang
berbeda, baik dari segi objek formal dan materialnya, metode penelitian
kriteria kebenaran dan status teori masing-masing. Karena adanya pemahaman
seperti diatas, akibatnya timbul jarak
antara revealed knowledge; yaitu ilmu pengetahuan yang bersumber dari
wahyu dan scientific knowledge, seperti ilmu sosial ilmu humaniora, ilmu
kealaman dan sebagaianya.
Al-Imam abu hamid muhammad al-ghazali menegaskan dalam kitab ihya ulum
al-din karangan nya bahwa pada
hakikatnya ilmu adalah salah satu sifat dari Allah. Dan semua ilmu itu terpuji
serta bersumber dari Allah. Karena bersumber dari yang satu yaitu Allah Swt,
maka tidak ada istilah dikotomi antara ilmu agama dan ilmu sains. keduanya
berhubungan secara integral dan saling melengkapi satu sama lain.
Berangkat dari pandangan al-imam al-ghazali bahwa ilmu itu satu dan berasal
dari Allah. Maka muncullah istilah unity of sciences yaitu kesatuan ilmu-ilmu.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana pengertian Unity of Sciences ?
B. Apa landasan agama mengenai Unity of
Sciences ?
C. Apa landasan science mengenai Unity of
Sciences ?
D. Bagaimana integrasi agama dan science dengan Unity of Sciences ?
III.
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN UNITY OF SCIENCE
Secara etimologi, unity of sciences berasal dari
kata unity yang berarti kesatuan dan sciences berarti ilmu-ilmu, bentuk jamak
dari science. [1]
Ilmu sendiri berasal dari bahasa Arab ‘alima,
ya’lamu, ilman yang berarti tahu atau
mengetahui. Muhammad ibn Shalih al-‘Utsaimin, dalam Al-Ushul min Ushul al-Fiqh, mendefinisikan
bahwa yang dimaksud ilmu adalah mengetahui sesuatu sesuai dengan apa adanya
(yaitu sesuai dengan yang sebenarnya) dengan pasti. Konsep unity of sciences pada dasarnya
sama dengan the unity of knowledge yang diungkapkan oleh Raja Al-Faruqi sebagai
prinsip pokok yang perlu dipegang untuk islamisasi ilmu [2]
Sedangkan Baiquni, mengartikan ilmu pengetahuan atau sains (science)
adalah himpunan rasional kolektif insane yang diperoleh melalui penalaran
dengan akal sehat dan penelaahan dengan pikiran yang kritis terhadap data
pengukuran yang dihimpun dari serangkaian pengamatan pada alam nyata (al-kaum)
di sekeliling kita yang dibimbing lewat Alquran dan Sunnah.[3]
Jadi unity of
sciences adalah kesatuan ilmu-ilmu, yang pada hakikatnya ilmu itu berasal dari satu sumber yaitu Allah SWT. Di dalam Alquran ilmu Allah itu adalah Al-’Alim, ilmu itu adalah bagian dari sifat
Allah dan sifat Allah itu tidak bisa dipisahkan dari Dzat-Nya.[4] ini, sesungguhnya ke-Esaan Allah dengan keesan ilmu itu seolah olah
menjadi satu seperti persatuan antara ilmu-ilmu alam (fisika, astronomi, kimia,
biologi) dan persatuan teori relativitas umum dan teori kuantum dalam fisika
sehingga menjadi sebuah teori yang menyeluruh dan tunggal.[5]
B.
LANDASAN AGAMA MENGENAI UNITY OF SCIENCE
Ilmu pengetahuan tidak dapat
dipisahkan dari pandangan dunia dan sistem keyakinan. Dalam konteks Islam, ia merupakan
parameter yang bisa memetakan apa yang
mungkin dan apa yang tidak mungkin dalam bidang-bidangnya. Konsep Alquran
mengenai ilm, yang biasa di
terjemahkan menjadi “ilmu pengetahuan’’ secara orisinal telah membentuk
ciri-ciri utama peradaban muslim dan menuntunnya kearah puncak kejayaannya. Ilm menentukan bagaimana kaum muslimin
memahami realitas dengan sebaik baiknya, dan bagaimana pula membentuk dan
mengembangkan sebuah masyarakat yang adil. [6]
Ilm merupakan langkah- langkah yang di
tempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari
penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan
masalah, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis, dan akhirnya
menyimpulkan. Para ilmuwan Islam melakukan serangkaian kegiatan di atas
berlandaskan Alquran, karena Alquran merupakan sumber atau basis
intelektualitas dan spiritualitas Islam serta semua jenis ilmu pengetahuan.
Bahkan Alquran merupakan sumber utama inspirasi pandangan Muslim tentang
integritas sains dan spiritual.
Akan tetapi Alquran bukanlah kitab sains (ilmu pengetahuan alam).
Tetapi ia memberikan pengetahuan tentang prinsip prinsip sains, yang selalu
dikaitkannya dengan pengetahuan metafisik dan spiritual.[7]
Karena itu, mempelajari alam dalam ajaran Islam tidak dapat dipisahkan dari
mempelajari dan mengenal dari dekat cara
kerja Tuhan atau qudrat iradat Allah. Sebab alam semesta merupakan
ayat-ayat kauniyah Allah yang dapat menghantarkan manusia mengenal dan meyakini
Allah. Dan Allah sendiri melalui ayat-ayat qauliyah-Nya (Alquran) telah
memerintahkan dan menganjurkan untuk memperhatikan ayat-ayat kauniyah. Jadi
sangat jelas sekali perlunya unity of sciences dalam mengungkap dan
mengenali fenomena alam semesta melalui penyatuan ayat-ayat kauniyah dan
ayat-ayat qauliyah Allah SWT.[8]
Adapun ayat-ayat qauliyah yang menjelaskan ayat-ayat kauniyah
(fenomena alam) yang menjadi landasan terbentuknya unity of sciences adalah
sebagai berikut :
1)
Tentang
pergantian siang dan malam
Fenomena alam
yang sering kita lihat dan alami adalah pergantian siang dan malam yang terjadi
secara cepat. Secara science dijelaskan bahwa pergantian siang dan malam
terjadi karena rotasi bumi terhadap sumbunya. Ketika berotasi sesungguhnya bumi
tidaklah berotasi dengan tegak melainkan sedikit miring (sekitar 23.5 derajat)
kemiringan inilah yang menyebabkan tidak seluruh permukaan bumi mendapatkan
panjang siang dan malam yang sama dalam waktu satu tahun.[9]
Jauh sebelum
para ilmuwan science menerangkan fenomena alam ini secara ilmiah, sesungguhya
Allah telah menjelaskannya terlebih dahulu di dalam Alquran surat Al-A’raf 54:
إِنَّ رَبَّكُمُ
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ
اسْتَوَىٰ عَلَى الْعَرْشِ يُغْشِي اللَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهُ حَثِيثًا
وَالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ مُسَخَّرَاتٍ بِأَمْرِهِ ۗ أَلَا لَهُ
الْخَلْقُ وَالْأَمْرُ ۗ تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
Artinya: “Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit
dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat,
dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing)
tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak
Allah. Maha suci Allah, Tuhan semesta alam”.[10]
Bahkan seorang angkasawan Rusia, Gagarin
setelah terbang ke angkasa sekitar bumi mengatakan bahwa dia menyaksikan dengan
mata kepala sendiri pergiliran gelap dan cahaya yang cepat dipermukaan bumi
karena adanya rotasi bumi.[11] Maha Besar
Allah yang telah menciptkan langit dan bumi ini dengan segala keajaiabannya.
2)
Tentang
proses terbentuknya alam semesta
Kita semua
pasti mengenal dengan betul teori Big Bang yang dikemukakan oleh George
Lemaitre tahun 1935 tentang terbentuknya alam semesta. Berdasarkan teori Big
Bang, alam semesta ini terbentuk karena adanya reaksi inti suatu massa yang
sangat besar dan mempunyai berat jenis yang juga sangat besar sehingga terjadi
ledakan yang besar. Kemudian massa itu berserakan menjauhi pusat ledakan dengan
cepat. Setelah miliaran tahun, bagian-bagian yang berserakan tersebut membentuk
kelompok-kelompok yang dikenal sebagai galaksi-galaksi dalam sistem tata surya[12]
Empat belas
abad yang lalu, ketika manusia masih memiliki pengetahuan yang amat terbatas
tentang alam semesta dan teori Big Bang belum muncul, Alquran lebih dulu telah
menjelaskan tentang penciptaan alam semesta. Teori Big Bang selaras dengan
Alquran surat Al-Anbiya : 30 yaitu sebagai berikut:
أَوَلَمْ يَرَ
الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا
فَفَتَقْنَاهُمَا ۖ وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ ۖ أَفَلَا
يُؤْمِنُونَ
Artinya: “Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya
langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami
pisahkan antara keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah mereka tiada juga beriman?”.[13]
Berdasarkan
tafsir ayat tersebut di atas, maka alam pada mulanya bersatu padu, kemudian
terpisah dan terhampar di angkasa raya. Apa bila dikaitkan dengan teori Big
Bang,pemisahan tersebut adalah melalui ledakan dahsyat.
Setelah kita
melihat dan memahami dua ayat qauliyah diatas yang selaras dengan fenomena alam
yang terjadi maka dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya antara science dan
Alquran sama sekali tidak ada dikotomisasi. Karena Alquran adalah sumber segala
ilmu pengetahuan. Disinilah proses terjadinya penyatuan ilmu-ilmu atau disebut
dengan unity of siences
.
C.
LANDASAN SCIENCE MENGENAI UNITY OF SCIENCES
Alam merupakan sumber berbagai jenis
pengetahuan seperti matematika, fisika, dan metafisika baik itu secara ilmiah
spiritual, kualitatif maupun kuantitatif. Hal ini karena, realitas alam semesta
mencakup berbagai aspek. Setiap jenis pengetahuan bersesuaian dengan aspek alam
tertentu untuk dikaji secara terpisah.
Dalam Islam, kesatuan alam semesta dipandang sebagai citra kesatuan
prinsip Ilahi. Tujuan sains Islam adalah untuk memperlihatkan kesatuan alam
semesta, yaitu kesalinghubungan seluruh bagian dan aspeknya. Oleh karena itu
sains Islam berupaya mengkaji semua aspek alam semesta yang beraneka ragam dari
sudut pandang yang menyatu dan terpadu.[14]
Ibarat rumah harus ada kamr-kamarnya , tidak mungkin kamar ayah,
ibu dan anak terpisah, semua saling menyatu. Karena dikatakan rumah bila antara
bangunan satu dengan bangunan yang lain itu saling terkait.
Begitu juga
akhir-akhir ini banyak disiplin ilmu yang berkembang dimana-mana dengan nama
yang berbeda-beda seperti halnya ilmu tentang ketuhanan (ilmu kalam, teologis),
tentang syari’at (fiqh), akhlaq/tasawuf, dan ilmu-ilmu umum lainnya seperti
matematika, fisika , sejarah dan lain sebagainya. Sebagian yang disebutkan diatas itu
semua merupakan cabang keilmuaan yang bersumber dari satu ilmu yaitu dari
firman-firman Allah yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad Saw melalui
malaikat jibril AS. Yakni kitab suci Al-Qur’an.
Al-Qur’an
inilah yang kemudian menjadi landasan agama paling utama dalam kesatuan ilmu
pengetahuan, sehingga banyak sekali ayat-ayat yang menerangkan bahwa manusia
yang satu dengan yang lain, seperti arti ayat yang lebih kurang berarti:”
barang siapa yang membunuh satu nyawa saja itu sama dengan membunuh seluruh
manusia, dan barang siapa yang menghidupkan maka dia sama menghidupkan seluruh
umat manusia”. Kemudian
seperti fenomena kejadian langit dan bumi yang dulunya menyatu menjadi
terpisah. Sedangkan dalam perspektif kita asal muara menalhitkan yang
tumbuh dalam proses penyatuan adalah bagaimana kita semakin merasa dekat dengan
Allah tetapi merasa khosyah denganNya.
Sedangkan untuk
landasan sainsnya adalah bahwa realitas alam dan realitas sosial sesungguhnya
menyatu, apa-apa yang tampak dalam alam dan fenomena dalam kemanusiaan itu
hubungan yang ideal yang saling menghormati, kalau tidak disatukan maka menjadi
persoalan. Katakanlah
manusia dalam kebutuhan yang sangat banyak mengekplorasi dan mengekpolitasi
alam, sehingga alam menjadi rusak[15].
D.
INTEGRASI AGAMA ISLAM DAN SCIENCE TENTANG UNITY OF SCIENCE
Hingga kini, masih
kuat anggapan dalam masyarakat luas yang
mengatakan bahwa “agama” dan “ilmu” adalah dua entitas yang tidak bisa
dipertemukan. Keduanya mempunyai wilayah sendiri-sendiri, terpisah antara satu
dan lainnya, baik dari segi objek formal-material, metode penelitian, kriteria kebenaran peran yang dimainkan oleh ilmuan
maupun status teori masing-masing bahkan sampai ke institusi penyelenggaranya.[16]
Menurut sejarah kita akan
menemukan bahwa pertentangan yang terjadi antara agama dan sains merupakan
peninggalan alam abad 18 dan 19. Pada masa itulah muncul sains modern di satu
pihak, dan runtuhnya kepercayaan terhadap otoritas agama di lain pihak. Dengan
penemuan-penemuan di bidang sains, banyak ilmuwan yang menyatakan diri bahwa
mereka tidak lagi mempercayai Tuhan.[17]
Perbedaan utama sains pra-modern dan modern adalah mengenai posisi sains
dalam hubungannya dengan jenis pengetahuan yang lain. Dalam peradaban-peradaban pra-modern sains
tak pernah dipisahkan dari pengetahuan spiritual. Sebaliknya, kita temukan
sebuah kesatuan organik antara sains dan pengetahuan spiritual.
Yang dimaksud dengan pengetahuan spiritual adalah pengetahuan tentang dunia
ruh. Dalam Islam pengetahuan ini tertuju pada pengetahuan tentang Keesaan Allah
SWT, di mana Keesaan Ilahi (al-tauhidi) merupakan pesan sentral Islam.
Pengetahuan tauhidi merupakan pengetahuan tertinggi serta tujuan puncak semua
upaya intelektual.
Dan sumber terpenting
untuk mempelajari pengetahuan semacam ini adalah Alquran dan hadits. Alquran
merupakan sumber intelektualitas dan spiritualitas Islam. Alquran juga
merupakan sumber utama inspirasi pandangan Muslim tentang integrasi sains dan
tauhid.
Kehadiran Alquran dan
hadits telah mengubah pola berfilsafat para pemikir Islam. Kandungan Alquran
dan sunnah Nabi Muhammad adalah sumber utama segenap pengetahuan kaum muslim,
baik pengetahuan yang secara langsung terkait dengan dasar-dasar agama mupun yang
tidak langsung, semisal logika, bahasa, kesusastraan dan kedokteran.[18] Gagasan
keterpaduan ini merupakan konsekuensi dari gagasan keterpaduan semua jenis
pengetahuan yang lebih dikenal dengan Unity of Sciences.[19]
Unity of Sciences, merupakan wadah untuk
menyatukan semua ilmu-ilmu, agar ilmu-ilmu tersebut saling terkait tidak
berdiri sendiri. Karena pada dasarnya ilmu itu satu dan berangkat dari agama,
jika ilmu dan teknologi bisa bersatu dengan dilandasi agama maka akan tercapai
tujuan utama ilmu yaitu untuk keadilan dan kesejahteraan manusia.
Kehadiran ilmu pengetahuan
Islam pada hakikatnya menjadi rahmat bagi kehidupan manusia dan alam seisinya.
Ilmu pengetahuan Islam pada prinsipnya berpihak untuk pembebasan dan
pemberdayaan daya-daya ruhani manusia agar
dapat memahami dan menghayati, mengerti dan menjiwai kebenaran dalam segala
jenjangnya menuju pengalaman iman, sebagai dasar untuk memperkuat perannya
sebagai hamba Tuhan (‘abd Allah) yang diangkat menjadi wakil-Nya (khalifah Allah).[20]
Dengan adanya keterpaduan antara agama dan science dalam menanggapi
kesatuan ilmu-ilmu (Unity of Sciences) diharapkan bisa melahirkan
ilmuwan-ilmuwan muslim yang berintelektualitas science Islam dengan menjadikan Alquran dan Sunnah sebagai sumber utama ilmu pengetahuan.
Adapun prinsip-prinsip paradigma Unity of Sciences yang juga dapat
dijadikan acuan oleh para intelektual muda dalam mencapai
adalah sebagai
berikut :
1)
Meyakini bahwa bangunan semua ilmu pengetahuan sebagai satu kesatuan yang
saling berhubungan yang kesemuanya bersumber dari ayat-ayat Allah baik yang
diperoleh melalui para Nabi, eksplorasi akal, maupun eksplorasi alam.
2)
Memadukan nilai universal Islam dengan ilmu pengetahuan modern guna
peningkatan kualitas hidup dan peradaban manusia.
3)
Melakukan dialog yang intens antara ilmu-ilmu yang berakar pada wahyu (revealed
sciences), ilmu-ilmu modern (modern sciences) dan local wisdom.
4)
Menghasilkan ilmu-ilmu baru yang lebih humnis dan etis yang bermanfaat bagi
pembangunan martabat dan kualitas bangsa serta kelesatarian alam.
5)
Meyakini adanya pluralitas realitas, metode, dan pendekatan dalam semua
aktifitas keilmuan
3)
PENUTUP
Ilmu
pengetahuan dan teknologi ditempatkan sebagai upaya untuk memahami unity of sciences adalah
bagaimana dalam aspek epistimologi dan aksiologi memahami dg betul bahwa itu berasal dan
berefek bgaimana cara kita untuk men-tauhidkan, ilmu yang melahirkan semangat
tauhid. maksudnya adalah bahwa ilmu pengetahuan pada dasarnya mengarah pada ke
tauhidan. Pada tataran riilnya bahwa saat ini yang berkembang di dunia,
termasuk di Negara Negara Islam yaitu konsep ilmu yang dikotomik, konsep ilmu
yang terpisah antara yang satu dengan yang lain, Tetapi tujuannya hanya kepada
dzat yang satu.[21]
DAFTAR PUSTAKA
http://www.academia.edu/7391548/Kesatuan_antara_Sains_dan_Pengetahuan_Spiritual
http://www.addeen.my/index.php/rohani/islam-sains/item/231-keajaiban-al-quran-tentang-sains
http://arvenius-dollargratis.blogspot.co.id/2009/09/quraish-shihab-ayat-ayat-kauniyah-dalam.html
http://iismim.blogspot.co.id/2010/03/keserasian-ayat-ayat-qauliyah-dan.html
http://sitijenk.blogspot.co.id/2015/01/makalah-tentang-ayat-ayat-kauniyah.html
http://santri.weebly.com/7/post/2012/07/membaca-ayat-ayat-allah.html
https://yantigobel.wordpress.com/tag/ayat-qauliyah/
http://wagustshanichi.blogspot.co.id/2013/04/pembuktian-kebenaran-ayat-ayat-kauniyah.html
[1]
http://www.unhas.ac.id/sastra-arab/Jurnal/2006_Peb/Indo_Haerudin.pdf
[2] Akhmad Alim, Sains dan Teknologi Islami, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), hlm. 11
[3] Tsuwaibah, Laporan Penelitian Individual: Epistemologi Unity of Science
Ibnu Sina, Kajian Integrasi Keilmuan Ibn Sina dalam Kitab Asy-Syifa Juz 1 dan
Relevansinya dengan Unity of Science IAIN Walisongo, (Semarang: IAIN
WALISONGO, 2014), hlm. 15
[4] Abdul Muhayya, Laporan Penelitian Individual: Konsep Wahdat Al-Ulum
Menurut Imam Al-Ghazali (w.1111M) , (Semarang: IAIN Walisongo, 2014)
hal.24
[5] Keterangan dari Dr. Nasihun Amin, M. Ag.
(dosen pengampu mata kuliah Unity of Sciences
Fakultas Ushuluddin) saat kami
wawancarai. Rabu, 30 September2015. Pukul 16.30
[6] Tsuwaibah, Laporan Penelitian Individual: Epistemologi Unity of Science
Ibnu Sina, … , (Semarang: IAIN
WALISONGO, 2014), hlm. 17
[7] Osman Bakar, Tauhid
dan Sains: Esai-esai tentang Sejarah dan Filsafat Sains Islam, (Bandung,
Pustaka Hidayah : 1994), hlm. 74
[8] Abdul Muhayya, Laporan Penelitian Individual: Konsep Wahdat Al-Ulum
Menurut Imam Al-Ghazali (w.1111M) , (Semarang: IAIN Walisongo, 2014) hal.56
[9]
http://duniaastronomi.com/2013/10/mengapa-ada-siang-dan-malam/
[10] Perpustakaan
Nasional, Alquran dan Terjemah New Cordova, (Bandung, Syaamil quran:
2012), hlm. 157
[11]https://www.academia.edu/6848562/PEMBUKTIAN_KEBENARAN_AYAT-AYAT_KAUNIYAH_DI_AL_QURAN
[12] Hartono, Geografi
Jelajah Bumi dan Alam Semesta: Untuk Kelas X Sekolah Menengah Atas/Madrasah
Aliyah, (Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2009),
hlm. 28
[13] Perpustakaan
Nasional, Alquran dan Terjemah New Cordova, (Bandung, Syaamil quran:
2012), hlm. 324
[14]
Osman Bakar, Tauhid dan Sains: Esai-esai tentang Sejarah dan Filsafat Sains
Islam, (Bandung, Pustaka Hidayah : 1994), hlm. 76
[16] M. Amin Abdullah, Islamic Studies di Perguruan Tinggi ,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 92
[17] Tsuwaibah, Laporan Penelitian Individual: Epistemologi Unity of Science
Ibnu Sina, Kajian Integrasi Keilmuan Ibn Sina dalam Kitab Asy-Syifa Juz 1 dan
Relevansinya dengan Unity of Science IAIN Walisongo, (Semarang: IAIN
WALISONGO, 2014), hlm. 39
[18] Tsuwaibah, Laporan Penelitian Individual: Epistemologi Unity of Science
Ibnu Sina, Kajian Integrasi Keilmuan Ibn Sina dalam Kitab Asy-Syifa Juz 1 dan
Relevansinya dengan Unity of Science IAIN Walisongo, (Semarang: IAIN
WALISONGO, 2014), hlm. 151
[19] Osman Bakar, Tauhid & Sains, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1994),
hlm. 73-74
[20] Tsuwaibah, Laporan Penelitian Individual: Epistemologi Unity of Science
Ibnu Sina, Kajian Integrasi Keilmuan Ibn Sina dalam Kitab Asy-Syifa Juz 1 dan
Relevansinya dengan Unity of Science IAIN Walisongo, (Semarang: IAIN
WALISONGO, 2014), hlm. 149
[21] Keterangan dari Dr. Nasihun Amin, M. Ag.,. . ., Rabu, 30
September2015. Pukul 16.30
Komentar
Posting Komentar