Akhlak II; Jujur
JUJUR [1]
Editor:
Miftakhussalam[2]
LATAR
BELAKANG
Jujur
merupakan salah satu sikap terpuji, namun dalam pelaksanaanya jujur sangat
sulit sekali di terapkan di kehidupan sehari-hari, bahkan tidak jarang seorang
pendidik pun yang seharusnya memberikan pengajaran yang benar sesuai
pengajaranya kadang juga terlibat dalam kedustaan, menyampaikan pengajaran yang
tidak sesuai dengan ilmunya,
Jujur
merupakan sikap mulia yang di lakukan seseorang dalam melakukan komunikasi
kepada lawan bicaranya sehingga lawan bicara mendapat informasi yang benar
sesuai apa yang terjadi, meskipun jujur terkadang sulit untuk di lakukan tetapi
berbicara jujur yaitu suatu kewajiban dalam diri manusia agar tidak merugikan
dirinya sendiri maupun orang lain.
Jujur
mempunyai kedudukan yang amat tinggi dimata Allah SWT, juga dalam pandangan
Islam juga dalam pandangan Islam serta dalam pandangan orang-orang beradab dan
juga akibatnya yang baik, serta betapa bahayanya berbohong dan mendustakan
kebenaran, sesulit apapun dalam melaksanakan kejujuran seharusnya setiap orang
selalu mengedepankan kejujuran dalam tindakanya meskipun itu terasa berat dan
pahit, karena jujur merupakan sifat yang wajib ada dalam diri setiap manusia,
sangat berbahaya sekali juka di zaman modern seperti ini manusia sekarang lebih
mementingkan kepentingan sendiri dan melakukan pendustaan demi ketamakan diri
mereka.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Jujur
Jujur
menurut bahasa berarti benar. Kata jujur merupakan terjemahan dari bahasa
arab al-sidq. Sedangkan menurut istilah yang dikutip oleh
salih bin abdillah bin humaid adalah kesesuaian perkataan dengan hati dan
kesesuaian perkataan dengan yang diberitakan secara bersama-sama.
Contoh
kesesuaian perkataan dengan hati adalah ketika ada salah seorang yang
mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah, maka hatinya benar-benar
meyakini bahwa Nabi Muhammad itu utusan Allah , namun hatinya mengingkari
kerasulan Nabi Muhammad maka orang tersebut disebut berdusta, meskipun
informasi bahwa Nabi Muhammad seorang rasul itu sebuah kebenaran. Makna
seseorang mengatakan kepada orang lain, “katakan sejujurnya” adalah bahwa
seseorang meminta kepada orang lain untuk mengatakan yang sesuai dengan isi
hatinya.
Contoh
kesesuaian perkataan dengan keadaan yang diberitakan adalah ketika seseorang
mengabarkan telah terjadi banjir di suatu tempat maka memang benar terjadi
banjir suatu tempat yang diberitakan itu. Bila tidak ada kesesuaian antara
perkataan dengan keadaan yang diberitakan maka perbuatan orang tersebut disebut
dusta.
Dengan
demikian anasir dari jujur adalah adanya perkataan, keadaan yang beritakan atau
keadaan hati. Perkataan dapat diungkapkan secara lisan, tulisan maupun isyarat
anggota badan . untuk mengatakan ”saya sudah shalat” bias diungkapkan melalui lisan,
tulisan dan isyarat anggota badan. Ketika seseorang ditanya,”apakah kamu sudah
shalat” maka seseorang bisa menjawab dengan menganggukan kepala sebagai isyarat
sudah melakukan shalat atau menggelengkan kepala sebagai isyarat jawaban belum
melakukan shalat.[3]
Dalam tata
cara menungkapkan kejujuran sangat mudah untuk dilakukan dengan berbicara,
maupun dengan isyarat badan, oleh karena itu dalam melakukan perkataan jujur
harus diiringi kesesuaian dengan hati agar tidak timbul kedustaan yang
menyengsarakan orang lain.
Allah SWT
telah berfirman di dalam Al-Qur’an Alkarim:
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا
اللَّهَ عَلَيْهِ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَىٰ نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ ۖ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا
“Di antara
orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka
janjikan kepada Allah, maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara
mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya)”.
(surah 33 al-ahzab ayat 23).
Nabi
Muhammad SAW telah bersabda:
عن ابن مسعود رضى الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم
قال ان الصدق يهدى الى البر,
وان البر يهدى الى الجنة, وان الرجل ليصدق حتى يكتب عند
الله صديقا.
وان الكذب يهدى الى الفجر, وان الفجر يهدى الى النار,
وان الرجل ليكذب
حتى يكتب عند الله كذابا.متفق عليه.
Dari
Sahabat Ibnu Mas’ud ra dari Nabi SAW bersabda: “ Sesungguhnya
kebenaran(kejujuran) menuntun kepada kebajikan, dan kebajikan menuntun kepada
surga, dan sesungguhnya seorang laki-laki benar-benar bersikap jujur sampai dia
dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur.
Dan
sesungguhnya dusta itu menuntun kepada kedurhakaan , dan kedurhakaan itu
menuntun kapada neraka. Dan sesungguhnya seorang laki-laki benar-benar
melakukan kedustaan (terus-menerus) sampai dicatat di sisi Allah sebagai
seorang pendusta”.
(Muttafaqun ‘Alaih).
Perlu diketahui bahwa lafal atau kata shidq digunakan pada enam pengertian,
yaitu jujur dalam berbicara, jujur dalam beramal , jujur dalam niat dan
kehendak, jujur dalam menunaikan janji dengan ketekadan, jujur dalam perbuatan
, dan jujur dalam merealisasikan semua kewajiban agama.
Barangsiapa yang menyandang semua sifat jujur tersebut , maka dia dinamakan
orang yang shiddiq. Menurut kadar penguasaan dari semua sifat
tersebut , seorang yang bersangkutan berhak menyandang gelar yang sesuai dengan
apa yang dapat diraihnya.[4]
B. Hikmah Jujur
Setiap
sesuatu pasti ada hikmahnya, Di antara hikmah jujur antara lain:
1. Jujur mendatangkan ketenangan hati.
Orang yang jujur tidak khawatir bila
sewaktu-waktu ketahuan keadaan yang tidak sebenarnya. Orang yang jujur juga
tidak khawatir akan dosa dan murka Allah yang bakal menimpanya.
2. Jujur mendatangkan keberkahan.
3. Jujur menghantarkan pelakunya dimasukkan ke dalam
surga.
4. Jujur menyelamatkan penyandangnya dari kemunafikan.
5. Orang yang jujur dikumpulkan dengan Para Nabi dan
Syuhada di hari kiamat kelak.
6. Orang yang jujur akan dipercaya oleh orang lain,
karena orang lain merasa aman dan terlindungi harta, badan dan agamanya.
Pedagang yang jujur berarti menjaga harta pembelinya dengan tidak mengurangi
timbangan dan takaran.[5]
Ada sebuah
kisah tentang lukman hakim, pada suatu kesempatan luqman bertemu dengan seorang
laki-laki, saat itu luqman berbicara dengan berbagai mutiara kalam
hikmahnya. Lelaki itu terkejut dan ia berttanya kepada luqman:
“bukankah
engkau orang yang biasa mengembala kambing?” Tanya lelaki itu pada lukman “
benar, aku
seorang pengembala.” Jawab luqman mengurai penasaran.
“emmmm,
lalu apa gerangan yang mengantarkanmu mencapai keutamaan seperti yang kulihat
saat ini?” lanjut lelaki itu
“aku bias
begini lantaran selalu jujur dalam berucap, menyampaikan amanah, meninggalkan
hal-hal yang tidak bermanfaat, dan selalu memenuhi janji”.[6]
Kisah ini sangat menarik dimana jujur sangat penting dalam
menentukan kualitas dalam berbicara dengan selalu berkata jujur, mrnysmpsiksn
amanah, meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat dan memenuhi janji tentu
akan merubah kualitas bicara kita menjadi lebih baik dan tentunya setiap kata
yang keluar dari mulut kita akan membawa manfaat untuk orang lain jika kita
terus berkata jujur.
C. Kriteria Pendidik Yang Jujur
Pendidik yang memiliki sikap jujur baik menyangkut
informasi yang diberikan maupun keadaan hatinya. Informasi menyangkut ilmu yang
diberikan kepada peserta didik. Keadaan hati yang menyangkut keimanan dan
kepribadian. Pendidik tidak sekedar menyampaikan informasi, namun juga
menampilkan diri secara jujur tidak boleh penuh kepura-puraan.
Dengan
mentradisikan sikap bisa dipercaya dan jujur disetiap urusan dilingkungan
sekolah dan keluarga, lambat laun seorang anak akan membawa kebiasaan-kebiasaan
baik itu pada system baru dimana anak-anak kita akan berinteraksi. Pola
pendidikan yang dilakukan seorang pendidik dan orang tua dampaknya sungguh luar
biasa pada anak-anak kita. Sebaliknya tradisi berbohong, curang, dan tidak
jujur disetiap urusan (apalagi didalam keluarga) akan mudah berkembang dalam
diri anak-anak.Konsisten dalam ucapan dan perbuatan menjadi perbuatan
kepribadian sesorang. Oleh karena itu, penanaman sikap konsisten ini juga tidak
boleh diabaikan oleh seorang pendidik dan orang tua kepada anak-anaknya
agar kelak setelah dewasa, anak kita menjadi orang yang bertanggung jawab,
tegas dalam mengemban amanah, santun dalam perbuatan dan kuat dalam pendirian.[7]
Kejujuran yang terkait dengan pemberian informasi adalah:
1. Seorang pendidik harus menyampaikan informasi yang
nyata bukan fiktif. Apabila seorang pendidik menceritakan yang fiktif maka
harus disampaikan bahwa apa yang diceritakan itu fiktif bukan kejadian yang
sebenarnya.
2. Seorang pendidik tidak boleh menyatakan sesuatu itu
hadits padahal sebenarnya bukan hadits.
3. Pendidik tidak boleh bercanda dengan berdusta.
4. Pendidik tidak boleh melakukan plagiasi yakni mengakui
karya orang lain sebagai karyanya.
5. Pendidik harus berusaha menggiunakan waktu secara
optimal sehingga dapat mencapai tujuan mendidikan secara maksimal.
Adapun
kejujuran yang terkait dengan keimanan pendidik adalah:
1.
Nilai-nilai
kebajikan yang disampaikan oleh pendidik melalui perkataannya sesuai dengan
perilakunya sehari-hari.
2.
Ajaran
agama yang perintahkan kepada peserta didik, diamalkan terlebih dahulu oleh
pendidik.
3.
Contoh yang
ditampilkan oleh seorang guru di sekolah juga merupakan kebiasaan di luar
sekolah. Shalat jamaah yang ditampilkan pendidik di depan peserta didik
merupakan bagian dari kebiasaan yang tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari
di luar sekolah dan jam kerja.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jujur
merupakan suatu akhlak yang sangat mulia dengan selalu berucap jujur seseorang
mampu mendapatkan ketenangan hati di dalam jiwanya, sebaliknya jika seseorang
yang selalu berucap dusta tentunya orang tersebut akan selalu dalam kegelisahan
dan ketidak tenangan dalam kehidupan sehari-hari, berucap dusta pun tidak
mendapatkan suatu kemanfaatan sama sekali bahkan menimbulkan kerugian bagi diri
sendiri bahkan orang lain.
Manfaat
dari jujur sangat banyak sekali seorang yang selalu berucap jujur tentu akan
selalu mendapatkan pahala dari Allah, dan akan selalu menemukan kemudahan dalam
setiap langkah kehidupanya, menjadikanya orang yang bahagia lahir batin dan di
segani oleh banyak orang karena kejujuranya, tidak bias di pungkiri jujur
merupakan suatu kebutuhan diri seorang yang wajib di laksanakan setiap kali
kita berucap sesuatu dan alangkah baiknya kita mencegah sesuatu yang akan
keluar dari mulut kita ketika kita berdusta dengan cara diam karena diam akan
lebih bermanfaat dari pada berdusta.
Seorang
pendidik wajiblah memiliki sifat jujur karena apa yang dikatan pendidik akan di
ikuti oleh setiap anak didiknya sehingga amat bahaya sekali jika seorang
pendidik mengajarkan atau memberikan informasi yang dusta kepada muridnya
tentunya murid akan mengikuti kedustaan tersebut, oleh sebab itu seorang
pendidik harus mempunyai sifat jujur agar setiap muridnya mengikutinya dengan
benar dan secara jujur.
B. Saran
Dari hasil
penulisan makalah ini di harapkan para mahasiswa mampu berucap jujur dengan
baik dan benar,agar pembelajaran yang kita ikuti membawa kemanfaatan untuk diri
kita dan orang lain, karena jujur akan mendatangkan sifat positif bagi yang
melakukanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Muhammad Al-Ghazali, Abu Hamid. 2011. Ringkasan
Ihya Ulumuddin. Bandung:
Sinar Baru Algensindo.
Nasirudin. 2015. AKHLAK PENDIDIK (Upaya
membentuk kompetensi spiritual
dan
sosial). Semarang: Karya Abadi Jaya.
Rosyickyn CH. 2013. Lukman Hakim Golden Ways
Cara Hidup Smart Ala Lukman
Hakim. Kediri : pustaka gerbang lama.
Ummatin, Khoiro. 2011. 40 Hadis
Shohih-Mengintip Nabi Mendidik Buah Hati.
Yogyakarta: Pustaka
Pesantren.
[1] Dosen: H. Ali
Muchtar, Lc, M.Ag. Oleh: Umi Mahbubah (1403016164), Imam Asy’ari (1403016165), Tutik
Umariyah (1403016166), Miftakhussalam (1403016167).
[2] (Alumni: UIN
Walisongo Semarang, PP. Raudlatut Thalibin Tugurejo-Kota Semarang, PP. Al-Hikmah
1 Benda-Brebes).
[3] Nasirudin, AKHLAK
PENDIDIK (Upaya membentuk kompetensi spiritual dan sosial), (Semarang:
Karya Abadi Jaya, 2015), Hal. 1-2.
[4] Al-Imam Abu
Hamid Al-Ghazali, Ringkasan Ihya Ulumuddin, (Bandung: Sinar
baru algensindo, 2011), Hal. 502-503.
[5] Nasirudin, AKHLAK
PENDIDIK (Upaya membentuk kompetensi spiritual dan sosial), (Semarang:
Karya Abadi Jaya, 2015), Hal. 10-14.
[6] Rosyickyn
CH lukman hakim golden ways (cara hidup smart ala lukman hakim),
(Kediri : pustaka gerbang lama, 2013), Hal. 64
[7] Khoiro
Ummatin, 40 Hadis Shohih-Mengintip Nabi Mendidik Buah Hati,
(Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2011),
Komentar
Posting Komentar